Mandi junub, jinabat atau jinabah adalah mandi keramas yang dilakukan untuk
menghilangkan hadas besar seperti mengeluarkan sperma, haid, nifas, dll dengan
disertai niat.
Ghusl atau mandi secara etimologis bermakna mengalirkan (السيلان). Dalam
terminilogi syariah ghusl (mandi junub) bermakna mengalirkan air ke seluruh
badan dengan niat tertentu.
1. QS Al-Maidah 5:6
وَإِن كُنتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُواْ
Artinya: Apabila kamu dalam
keadaan junub, maka bersesucilah.
2. QS An-Nisa' 4:43
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقْرَبُواْ الصَّلاَةَ وَأَنتُمْ سُكَارَى حَتَّىَ تَعْلَمُواْ مَا تَقُولُونَ وَلاَ جُنُباً إِلاَّ عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىَ تَغْتَسِلُواْ
Artinya: Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga
kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu
dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.
3. Hadits riwayat Bukhari
أن النبي: كان إذا اغتسل من الجنابة، بدأ فغسل يديه، ثم يتوضأ كما يتوضأ للصلاة،
ثم يدخل أصابعه في الماء، فيخلل بها أصول شعره، ثم يصب على رأسه ثلاث غرف بيديه،
ثم يفيض الماء على جلده كله
Artinya: bahwasanya Nabi Muhammad
apabila mandi jinabah ia memulai dengan membasuh kedua tangannya kemudian wudhu
seperti wudhu untuk shalat lalu memasukkan jari-jarinya ke dalam air kemudian
menyisirkannya ke pangkal rambut kemudian mengalirkan air ke kepalanya tiga
cawukan dengan kedua tangannya kemudian meratakan air pada seluruh kulit
badannya.
1. Senggama (jimak)
2. Keluar sperma (mani)
3. Mati.
4. Haid
5. Nifas.
6. Melahirkan.
Harus memakai air yang suci dan mensucikan yaitu air yang tidak najis dan belum
pernah dipakai untuk mandi junub atau berwudhu.
Pada dasarnya "niat mandi untuk menghilangkan hadas besar" sudah
cukup. Berikut adalah niat yang lengkap sesuai situasi dan kondisi yang mandi.
1. Hadas besar karena keluar sperma:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْجِنَابَةِ فَرْضًا
لِلهِ تَعَالَى
Artinya: Saya niat mandi
junub untuk menghilangkan hadas besar junub karena Allah.
2. Hadas besar karena haidl:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْحَيْضِ فَرْضًا لِلهِ
تَعَالَى
Artinya: Saya niat mandi
junub untuk menghilangkan hadas besar haidl karena Allah.
3. Hadas besar kerena nifas
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ النِّفَاسِ فَرْضًا لِلهِ
تَعَالَى
Artinya: Saya niat mandi
junub untuk menghilangkan hadas besar nifas karena Allah.
4. Hadas besar kerna melahirkan (wiladah)
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ الْوِلَادَةِ فَرْضًا لِلهِ
تَعَالَى
Artinya: Saya niat mandi
junub untuk menghilangkan hadas besar melahirkan karena Allah.
Rukun atau fardhu-nya mandi junub adalah tata cara yang harus dilakukan saat
melakukan mandi junub yang jumlahnya ada 3 (tiga) yaitu:
1. Niat
2. Menghilangkan najis
apabila ada pada anggota badan.
3. Menyiramkan air pada seluruh
rambut dan kulit tubuh.
Sunnahnya pelaksanaan mandi jinabah ada 5 (lima) sebagai berikut:
1. Membaca bismillah
2. Berwudhu sebelum mulai
mandi.
3. Mengusapkan tangan pada
badan.
4. Bersegera.
5. Mendahulukan yang kanan
dari yang kiri.
Perkara atau keadaan yang disunnahkan mandi yaitu:
1. Mandi untuk shalat Jum'at
2. Shalat Idul Fitri dan
Idul Adha.
3. Shalat Istisqa' (minta
hujan).
4. Shalat gerhana bulan.
5. Shalat gerhana matahari.
6. Mandi setelah memandikan
mayit.
7. Orang kafir yang masuk
Islam.
8. Orang gila dan ayan
(epilepsi) setelah sembuh.
9. Akan ihram.
10. Masuk Makkah.
11. Wuquf di Arafah.
12. Menginap (mabit) di
Muzdalifah.
13. Melempar jumrah yang
tiga.
14. Tawaf.
15. Sa'i
16. Masuk Madinah.
1. Muhammad bin Qasim Al-Ghazzi dalam Fathul Qoribul Mujib fi Syarhi Alfadzit
Taqrib (فتح القريب المجيب في شرح ألفاظ التقريب)
2. Abul Hasan Ali bin
Muhammad bin Habib Al-Mawardi Al-Bishri dalam Al-Hawi al-Kabir fi Fiqh
Madzhabil Imam Asy-Syafi'i (الحاوي الكبير في فقه مذهب الإمام الشافعي)
3. Abu Zakariya Yahya bin
Syaraf An-Nawawi (Imam Nawawi) dalam Raudhatut Talibin wa Umdatul Muftin (روضة الطالبين وعمدة المفتين)
4. Abu Zakariya Yahya bin
Syaraf An-Nawawi (Imam Nawawi) dalam Al-Majmuk Syarhul Muhadzdzab (المجموع شرح المهذب)
4. Ahmad bin Muhammad bin
Ali bin Hajar Al-Haitami dalam Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj (تحفة المحتاج في شرح المنهاج)
5. Muhammad bin Syihabuddin
Ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Mhnhaj (نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج)
6. Kitab Al-Umm Imam
Syafi'i
7.
alkhoirot.org/2012/06/tidak-ada-debu-tayammum.html
8.
alkhoirot.org/2012/06/tayammum-dengan-tembok-atau-furniture.html
Pertanyaan dari pembaca seputar penyebab hadats kecil dan besar yang mewajibkan
wudhu dan mandi junub/adus (janabah/jinabat)
Assalamualaikum....afwan ustadz sebelumnya kalau mengganggu aktivitas antum
Ana mau nanya, adakah batas yustaha karna kita ngajar anak-anak kecil
ngaji, apakah batal wdhu kita apabila bersentuhan dengan mereka.
itu saja ustadz syukran atas
jawabnya
wassalam
Abdul Hakim
JAWABAN
Laki-laki menyentuh perempuan atau wanita menyentuh pria yang bukan mahram dapat
membatalkan wudhu pihak yang menyentuhnya berdasarkan pada ayat (أو لامستم النساء فلم تجدوا ماء فتيمموا ). Sedang status
wudhu pihak yang disentuh ada dua pendapat: batal dan tidak
batal.
Adapun menyentuh anak perempuan kecil yang tidak mengundang syahwat (la yushtaha) maka ada dua pendapat yaitu batal atau tidak batal wudhunya. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk II/32 berkata:
وإن مس صغيرة لا تشتهى أو عجوزا لا
تشتهى ففيه وجهان ، ( أحدهما ) ينتقض لعموم الآية ، ( والثاني ) لا ينتقض لأنه لا
يقصد بلمسها الشهوة فأشبه الشعر )
Artinya: apabila seseorang
(laki-laki) memyentuh anak perempuan kecil yang tidak mengundang syahwat atau
perempuan tua yang tidak mengundang syahwat maka ada 2 (dua) pendapat:
(a) batal wudhunya karena keumuman ayat di atas dan
(b) tidak batal wudhunya karena tidak menimbulkan syahwat karena itu serupa dengan menyentuh rambut.
(a) batal wudhunya karena keumuman ayat di atas dan
(b) tidak batal wudhunya karena tidak menimbulkan syahwat karena itu serupa dengan menyentuh rambut.
Pendapat yang tidak membatalkan adalah pendapat yang paling sahih.
Adapun batasan usianya tidak ada penjelasan yang pasti dari ulama madzhab Syafi'i, yang terpenting belum baligh. Akan tetapi, menurut madzhab Hanbali usia anak hendaknya di bawah 7 tahun apabila mencapai 7 tahun atau lebih maka batal wudhu-nya (lihat Kasyaful Qina' I/129, Ar-Raudh al-Murabba' I/307, Al-Inshaf I/2012).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar